Berita  

PT. Jonjoro Parnita Kampong Diduga Melanggar Undang-Undang Ketenaga Kerjaan

Mediacentralnwes.com,Mamuju – Buruh proyek pembangunan gedung kantor Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat (Sulbar) ternyata tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Sulbar, Makmur di ruang kerjanya, Rabu, 16 Oktober 2024.

Bahkan pihaknya sudah tiga kali bersurat ke pihak pelaksana proyek dan ditembuskan kepada pengadilan tinggi.

“Sudah tiga kali kami mengirimkan surat teguran kepada perusahaan terkait, meminta agar para pekerja didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan bahkan kami tembusi pengadilan tapi belum ada respons,” kata Makmur.

Dia menyesalkan sikap perusahaan yang terkesan tertutup dengan masalah tersebut.

Menurutnya, buruh proyek penting didaftarkan sebagai peserta BPJS agar bisa mendapatkan jaminan sosial jika terjadi kecelakaan hingga kematian saat bekerja.

Lebih lanjut, Makmur menjelaskan bahwa BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas memberikan pembinaan kepada perusahaan agar patuh terhadap aturan yang ada.

“Untuk pengawasan dan tindakan selanjutnya itu ranah dinas tenaga kerja,” ujarnya.

Sementara itu, Account Representative Khusus Bidang Konstruksi BPJS Ketenagakerjaan Sulbar, Agung, membeberkan pernah mendapat informasi ada salah seorang buruh yang mengalami insiden kecelakaan kerja di proyek tersebut. Tapi dia tidak mengetahui identitas pekerja tersebut.

Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, proyek pembangunan gedung Pengadilan Tinggi Sulbar dan gedung Pengadilan Negeri Mamuju sama-sama tidak mendaftarkan pekerja sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja.

Pihak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sulbar pun menjelaskan proses yang sudah dilakukan terkait tidak terdaftarnya pekerja proyek gedung pengadilan di jaminan sosial ketenagakerjaan.

“Disnaker sudah berikan nota teguran kedua, itu sudah teguran terakhir,” ungkap Kadisnaker Sulbar, Andi Farid Amri, Kamis, 17 Oktober 2024.

Farid menjelaskan, bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya di BPJS Ketenagakerjaan ialah sanksi administratif.

“Itu yang lakukan ya PTSP.”

Menurut dia, pihak pengadilan sebagai pengguna, posisinya adalah pemberi kerja utama. Semestinya pejabat pembuat komitmen (PPK) bisa memperhatikan kepesertaan BPJS para buruh di proyek tersebut.

Sepengatahuan Disnaker Sulbar, proyek di daerah selalu mencantumkan alokasi biaya untuk jaminan sosial bagi buruh melalui BPJS tenaga kerja.

“Itu kalau APBD ya, dalam RAB itu ada alokasi untuk anggaran jaminan sosial pekerja. Belum tau kalau APBN,” sambung Farid Amri.

Setiap termin pencairan, lanjut Farid, PPK pasti memeriksa kelengkapan dokumen termasuk bukti pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.

Pengawas ketenagakerjaan Disnaker Sulbar, Iskandar bahkan membeberkan kejanggalan saat pihaknya turun ke lokasi proyek.

“Kami pernah turun bersama orang BPJS Ketenagakerjaan. Ternyata security di situ sudah diperintahkan agar tidak membiarkan kami masuk ke lokasi (proyek),” akunya.

Senada itu, salah satu pengawas di Disnaker Sulbar, Adyaksa membeberkan bahwa pelaksana proyek pada pengadilan tinggi dan pengadilan negeri adalah orang yang sama, tapi dengan perusahaan berbeda.

PPK proyek pembangunan Pengadilan Tinggi Sulbar, Yulius Simon saat ditemui, Selasa (15/10), mengaku anggaran BPJS Ketenagakerjaan tidak tercantum dalam rencana anggaran biaya atau RAB.

Dirinya mengatakan, pihak perusahaan saat mengajukan dokumen untuk mengikuti tender proyek, sudah mencantumkan berkas 6 orang tenaga ahli sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Sekedar diketahui, perusahaan pelaksana proyek pembangunan gedung Pengadilan Tinggi Sulbar yakni PT. Jonjoro Parnita Kampong.

Yulius Simon menuturkan anggaran proyek tahap pertama yang dikerjakan perusahaan tersebut senilai Rp 33 miliar pada tahun 2023 dengan progres fisik mencapai 60 persen.

Sedangkan tahap kedua menggunakan anggaran Rp 7 miliar dan dikerjakan oleh perusahaan yang berbeda.

Yulius mengakui telah menerima surat dari BPJS Ketenagakerjaan dan sudah meneruskan surat tersebut kepada perusahaan. Namun, hingga kini belum ada tanggapan dari pihak PT. Jonjoro Parnita Kampong.

“Surat sudah kami terima dan langsung kami sampaikan ke pihak perusahaan, namun belum direspons. Terkait pembayaran iuran BPJS, itu merupakan tanggung jawab perusahaan dan BPJS, bukan kewenangan kami,” jelas Yulius.

Ia menegaskan pihaknya hanya bertugas mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan sesuai dengan kontrak, termasuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang tertera dalam dokumen proyek.

Dilansir dari Hukumonline.com, Jamsostek merupakan hak pekerja/buruh yang diatur secara eksplisit dalam Pasal 99 UU Ketenagakerjaan dengan bunyi sebagai berikut:

“Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.”

Oleh karena jamsostek ditegaskan sebagai hak pekerja/buruh, maka sebaliknya dapat disimpulkan hal ini menjadi kewajiban bagi pengusaha/pemberi kerja untuk memenuhinya. Kewajiban ini termaktub dalam Pasal 15 ayat (1) UU BPJS:

“Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.”

terdapat sanksi yang dapat dikenakan terhadap pemberi kerja/pengusaha yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan pekerja/buruh di perusahaannya pada program-program di BPJS.[3]

Pasal 17 UU BPJS

Pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
teguran tertulis;
denda; dan/atau
tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Lebih rinci, sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu tersebut diatur ke dalam Pasal 9 ayat (1) PP 86/2013, yang meliputi:

perizinan terkait usaha;
izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek;
izin memperkerjakan tenaga kerja asing;
izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau
Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

(Whd)or Parnita Kampong Diduga Melanggar Undang-Undang Ketenaga Kerjaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *